Shalsa Nabila

Pengagum kata-kata dan pemimpi sepenuhnya.

Friday 18 January 2013

Mission (Im)possible

Awalnya,
sekitar hari Rabu malam, gue lihat di Twitter kalau Carissa, Gir, dan Citra mau ke posko banjir di PJKA buat bantuin korban banjir di wilayah Bukit Duri. Daripada di rumah enggak produktif, gue ikutan deh.


Kamis, 17 Januari 2013
Pagi-pagi ke rumah Carissa, ternyata di sana udah ada Gir. Sambil nungguin Citra, gue dan Carissa mencoba ngerjain PR matematika, tapi ternyata gagal. Terus Carissa dan Gir masak-masak buat sarapan, sedangkan gue mencoba ngerjain PR seni rupa tapi kemudian gagal (juga). Beberapa lama kemudian, kami dapat kabar kalau Citra rumahnya kebanjiran, jadinya enggak bisa ikut ke Bukit Duri. Ya sudah, akhirnya setelah makan kami bertiga pergi ke Pasar Klender buat beli barang-barang untuk disumbangkan. 
Barang-barang yang kami beli ini berdasarkan panduan Mrs. Lita di Twitter tentang barang-barang yang sebaiknya diberikan di posko. Lupa persisnya, tapi kurang lebih begini: Jangan membeli Mie Instan karena sulit untuk memasaknya , nantinya malah hanya dimakan mentah, enggak sehat. Untuk susu, jangan susu bubuk karena akan sulit diseduh (kurang air bersih), lebih baik susu langsung minum. Pembersih seperti sabun akan sangat dibutuhkan. Lebih baik sumbangkan air mineral dalam botol, karena kalau dalam gelas akan memperbanyak sampah. Obat-obatan dan air mineral juga akan sangat dibutuhkan.

Akhirnya, yang kami beli adalah: Minyak telon dan minyak kayu putih selusin, Tolak Angin beberapa kotak, dan obat-obatan lain yang dibeli Carissa. Air mineral ukuran sedang 1 dus. Susu UHT 1 dus. Sabun 2 lusin. 

Ketika beli minyak telon,
Ibu Penjual: Buat apa Mbak beli banyak-banyak?
Carissa: Ini Bu, sekolah kami banjir, jadinya bantuin warga sekitar.
IP: Relawan ya?
C: Bukan Bu, siapa aja bisa bantuin sih.
IP: Bentar Mbak.
Kemudian Si Ibu ambil kotak Tolak Angin yang tersisa.
IP: Nih Mbak, titip ini ya.
Kemudian kami sedikit terharu.

Oh ya, ada juga sumbangan beberapa baju dari adiknya Carissa, Si Julian.



Dengan bersusah payah membawa barang-barang ini keluar Pasar Klender kemudian kami naik bajaj buat balik lagi ke rumah Carissa. Enggak beberapa lama kemudian, kami pergi ke Bukit Duri naik mobil Carissa. Karena bawaan yang lumayan banyak, enggak memungkinkan buat naik angkutan umum.

Percakapan sebelum pergi:
"Kita lewat mana ya?"
"Kampung Melayu enggak bisa sama sekali ya?"
"Kayaknya sih enggak."
"Lewat BKT juga enggak bisa nih?"
"Enggak tau juga deh."
"Eh Car, gue kalo dari lampu merah Matraman gue pernah belok kanan buat pulang. Kalo ke kiri kan ke Manggarai. Eh tapi ke kanan itu ke mana ya? Lupa."
"Oh, itu lewat Rawamangun berarti."
"Habis dari situ kemana?"
"Gue juga agak lupa."

Dengan bermodalkan 'jalan dulu yuk, nanti kalau banjir kita muter aja' kami akhirnya berangkat menuju Bukit Duri. Di tengah jalan kami berhenti sebentar buat beli air mineral 1 dus lagi. Ketika balik lagi ke mobil,

"Eh, ada info nih dari Abang, bisa lewat Otista-Matraman terus belok ke Gang Kelor."
"Gang Kelor itu dimana?"
"Enggak tau."
"Enggak tau."
"Yaudah deh, gue sms Abang dulu."
 ------
"Eh ternyata Gang Kelor itu di Slamet Riyadi. Itu dimana ya?"
"Enggak tau."
"Enggak tau."
"Coba gue Googling bentar."
 ------
"Nih, Gang Kelor itu di Jl. Slamet Riyadi, daerah Matraman-Jatinegara. Jadi ini di Matraman apa Jatinegara?"
"Enggak ngerti deh."
------
"Kita ke Rawamangun dulu aja deh, dari situ kita bisa ke Matraman kan."

Singkat cerita kami lewat Rawamangun (sedikit ada genangan di depan Arion Mall), kemudian Pemuda, kemudian Pramuka (sedikit ada genangan juga di sini), kemudian Matraman. Sampai di sini kami bingung.

"Aduh gimana nih?"
"Apa kita berhenti aja sebelum Kampung Melayu terus naik apa kek ke PJKA."
"Aaaaah,  Slamet Riyadi dimana sih?"
"Katanya si Abang patokannya itu dealer Suzuki di lampu merah, terus belok."
"Itu adanya Honda..... Eh itu ada Suzuki!!!!"
"Oh iya!! Ini lampu merahnya!!!"

Kemudian, di lampu merah itu kami belok kanan. Langsung ada tulisan besar-besar : JL. SLAMET RIYADI. Alhamdulilah.

"Oalah, ini toh Slamet Riyadi, gue sih sering lewat sini."
"Iya nih gue juga."
"Hahaha, ternyata ya..."

Dari Jl. Slamet Riyadi kami ke Pasar Bukit Duri, kemudian ke Bukit Duri Tanjakan. Jalanannya ditutup di sekitar Ceria Mart, jadi dari situ kami jalan kaki.

"Mana banjirnya."
"Itu loh Shal."
"Itu loh, masa enggak liat sih?"
"Mana sih? Enggak keliatan deh."
"Itu tuh!"

Dan mata gue langsung menangkap banjir setinggi perut orang dewasa di depan portal Bukit Duri. Enggak ngerti lagi di 8 banjirnya seberapa.

Dan (fyuh) akhirnya sampai juga di PJKA. Kami sampai jam 1 siang, di sana ada Pak Roni dan Pak Priadi. Terus kami bilang tentang barang-barang yang kami bawa, kemudian beberapa relawan angkutin barang-barang tsb. dari mobil Carissa ke PJKA (yang jaraknya lumayan jauh).

Sampai di saat itu gue merasa lega dan bersyukur banget. 
Karena pas ke Pasar Klender, (lagi-lagi) hujan deras. Gue udah takut kalau enggak ada lagi jalan  yang bisa dilewatin, dan  gue cuma bisa menghibur diri "Yaudahlah, setidaknya beli makanan dulu, besok masih bisa ke Bukit Duri." Sampai pas kita berangkat, gue masih enggak kebayang kami bisa lewat jalan mana (karena jalur utama yang biasa kami lewatin ya BKT, Kp. Melayu, Jatinegara... dan di ketiga daerah itu banjir) yang gue bayangin adalah kami harus muter balik karena banjir. Gue juga udah mikir mungkin baru bisa sampai di PJKA jam 3 atau jam 4-an. Intinya, gue rasa ini tuh mission impossible. Kalau gitu kan lebih baik gue di rumah, nyicil buat UN. (Karena gue kurang belajar, jadi sering ngerasa insecure buat urusan UN dan SNMPTN).
Tapi, Subhanallah.... :")
Kami bisa ke PJKA dalam waktu sejam doang. Padahal kami enggak begitu tahu jalan. Jalan yang kami lewatin pun sepi banget, seneng deh.

Balik lagi ke PJKA, di sana itu kami bertiga agak kaget soalnya anak 8 yang ada di sana sedikit. Kami pikir bakalan ada banyak anak 8 dan bantuan juga melimpah. Jadi, kami beli barang enggak banyak-banyak, soalnya kami pikir bantuan dari anak 8, guru, dan alumni 8 sendiri juga udah cukuplah, daripada mubazir. Ternyata, emang banyak yang mau bantu tapi masih susah akses ke Bukit Duri-nya. Jadi, bantuan makanan dan baju itu masih kurang sekali.
Dan seketika kami bertiga langsung merasa sedikit menyesal.

Di sini kami hanya sekitar 30 menitan.
Dan sebelum pulang, kami sempat foto-foto di depan banjir. Ahahaha, noraknya masih dibawa :") Bener deh, Taman Bukit Duri mirip danau yang ada rumah dan sekolahnya. Banyak anak-anak yang berenang dan cebur-ceburan terus banyak juga orang dewasa yang berdiri di sekitar banjir buat ngeliatin (enggak deh ngerti liatin apa), sedikit mirip tempat wisata.

Dan kemudian kami pulang.

Sebenarnya, kalau dibandingin Subsi Kemas yang buka rekening untuk kemudian disalurkan ke korban banjir, juga beberapa anggotanya yang ikut jaga di posko, juga guru-guru 8 yang jadi relawan, juga Abang yang gue lihat ikut angkut-angkut barang... hal yang kami lakukan ini sederhana sekali. Dan jujur, buat gue yang mereka lakuin itu keren banget.

Tapi, entah kenapa, yang jelas gue ngerasa senang dan bersyukur. Bersyukur banget malah atas 'pelajaran' hari ini. InsyaAllah, suatu hari nanti gue bisa berbuat lebih buat orang-orang di sekitar gue, aamiin.

0 Kommentarer:

Post a Comment